Suaradermayu.com – Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD), O’ushj Dialambaqa (Oo) menilai sebaiknya tidak perlu ada perdamaian soal proses hukum terhadap kader PDIP Indramayu, Carkaya yang dilaporkan oleh Bupati Indramayu Nina Agustina.
“Bagusnya tertutup untuk kata berdamai. Jika Carkaya beranjak dari kritik menggunakan metofora-metofora atau personifikasi-personifikasi apalagi itu satire yang dipakai dari sebuah tafsir novel, sastra alegori,” kata Oo, Kamis (25/5/2023).
Dia mengatakan kasus tersebut untuk menguji kebenaran, hukum dan integritas aparat penegak hukum (APH) terutama majelis hakim, tapi tidak bisa juga kebenaran tafsirnya dan atau dimaknai oleh APH yang keawamannya soal teks sastra dan atau muatan yang terkandung dalam sastra.
“Jadi tidak bisa ansich dimaknai dengan pasal-pasal pidana apalagi ITE. Jika begitu, para penyair, novelis, dramawan atau teaterawan dan atau sastrawan semua masuk dan atau harus dipenjarakan,”ujar dia.
Dia menilai jika negara melakukan hal tersebut, maka dianggap kacau dan ngawur. Padahal, kata Oo, sastra berkontribusi besar pada peradaban umat manusia dan peradaban berpikir dengan logika serta akal waras.
“Sastra adalah membangun peradaban dengan akal budi, hal itu jika ngomong dengan postulat-postulat filsafat, teologi dan ilmu pengetahuan, bukan kekuasaan tafsirnya,” ucapnya.
“Saya secara pribadi lebih setuju dengan tanpa mediasi berdamai, karena itu tafsir kritik. Kritikus tidak punya kewajiban memberikan solusi terhadap masalah yang dikritik atau kekuasaan yang dikritik,” sambungnya.
Dia menyebut seorang kritikus berbeda dengan pengamat. Kritikus hanya membicarakan, memperbincangkan soal kebobrokan, kerusakan yang dianggap tidak waras secara logika dan akal waras terhadap kebijakan sang rezim penguasa.
Jika pengamat berkewajiban membicarakan atau memperbincangkan tentang kelemahan dan kelebihan atas kebijakan rezim penguasa, hal itu harus dilihat secara obyektif. Apakah kelemahan atau celah kebijakannya sudah berimbang atau jomplang.
“Jadi kritikus bicara soal kebobrokan dan atau hal yang bolong dalam kekuasaan dengan harapannya kekuasaan bisa memperbaiki kebobrokannya, bukan kemudian mempidanakan atas nama pencemaran nama baik dan atau ujaran kebencian dan seterusnya,” katanya.
Tafsir kebencian itu versi yang kebobrokan kekuasaannya dibongkar atau dikritik. Tafsir kebencian itu atas kritik sosial yang pedas itu merupakan karakter “Petruk Menjadi Raja.”
Menurutnya, seorang pejabat publik harus bersedia jika mengalami caci-maki serta disebut dungu sebab karena kebijakan yang tidak waras. Walau kebijakan sudah waras tapi tidak berdasarkan hal strategis yang berbasis skala prioritas, menurut Oo, itu pun masih patut untuk dicaci maki dan disebut dungu.
“Karena logika dan akal waras tidak runut metodologis, sekalipun itu tidak menabrak regulasi apalagi yang jelas-jelas itu melanggar peraturan perundang-undangan, karena nanti arah pemerintahan tak akan jelas juntrungannya atas APBD,”katanya.
Dia menilai jika Carkaya meyakini kritiknya beranjak dari kebenaran, serta mempunyai rasa tanggung jawab moral, kata Oo, dia tidak selayaknya merengek-rengek minta mediasi atau berdamai.
Hal ini juga, kata Oo, yang menjadi penyakit, teman-temannya berupaya melakukan bagaimana mediasi bisa berjalan lantas kemudian kasusnya berhenti atau bupati mencabut laporannya. Menurut dia, biarkan saja hal itu urusan bupati.
Menurutnya, jika menjadi bupati hobinya mempolisikan kritik, maka itu menjadi penting catatan sejarah, bahwa itu watak, tabiat, karakter, mentalitas penguasa sama sekali bukan karakter pemimpin.
“Masa iya publik atau masyarakat masih mau meminta untuk melanjutkan kepemimpinannya? Jika itu yang terjadi nanti, namanya wong Indramayu sudah tak waras lagi mentalitasnya. Cukup sampai di sini saja. Itu namanya apa yg disebut dengan “Jangan Lupakan Jas Merah.” Itu jika mau waras takdir sosial Indramayu,” kata Oo.
“Bukan itu, jika kasus itu tidak di SP3 dengan obyektif, publik akan tetap berpandangan bahwa hukum bisa dimainkan dan dikendalikan oleh kekuasaan, bukan dikendalikan oleh kebenaran akal budi, dan bukan kebenaran hukum yang sesungguhnya,” sambungnya.
Dia menyebut yang jauh lebih sangat berbahaya, jika Aparatus (Alat) Negara bisa dan atau mau “Menjadi Alat Kekuasaan” Negara dan bangsa menjadi rusak berat menuju jurang kehancuran berbangsa dan bernegara, kata Oo, itu soalnya.
Siapa bilang bupati dan atau pejabat publik tidak boleh dicaci maki? Boleh saja, jika kebijakannya tidak becus, tidak becus dalam pemerintahannya.
“Mengapa, karena bupati itu untuk ngurus pemerintah supaya waras. Bupati itu mulai dari ngorok, mengigau, batuk buang air besar, tertawa, sakit, tidur, bangun dan tidur lagi, biayanya semua itu harus ditanggung oleh rakyat. Wara-wiri yang milyaran pun harus rakyat. Lantas tidak becus, masa iya tidak boleh dicaci maki, masa tidak boleh didungu-dungukan karena tidak mau berubah alias karwek,” jelasnya.
Menurutnya, jika bupati tidak mampu intropeksi atau outikritik terhadap dirinya, termasuk para bawahan, dalam hal ini para Kepala SKPD dalam pemerintahannya, bahwa kebijakannya tidak becus dan atau melanggar regulasi, kata Oo, tinggal mendengarkan saja kritikus bicara, karena itu loh kebijakan yang bobroknya harus diperbaiki, jangan terus dipelihara.
” Jika bupati tetap maunya seenaknya sendiri (karwek), ya silakan, dengan resiko dicaci maki dan didungu-dungukan, karena kepala dan dengkulnya teramat jauh letaknya. Bukan dungu orangnya, tapi dungu kebijakannya, nalar dan logika dan akal warasnya. Tuhan kasih anugerah akal budi, tapi kok tidak mau dipakai. Kata Rocky Gerung hanya dipakai 14 persen saja pemberian Tuhan itu. Ya jadi sesat, ngawur dan blangsak pada akhirnya, itu soalnya,”pungkasnya.

Sementara itu praktisi hukum Dudung Badrun, SH menilai laporan Nina Agustina terhadap Carkaya melalui aparat penegak hukum menunjukan penyelesaian internal atau mediasi perkara dugaan pidana sudah buntu.
Menurutnya Nina Agustina hal ini sebagai Bupati Indramayu diusung oleh PDIP, dalam patsun politik PDIP Nina adalah petugas partai PDIP, sedangkan Carkaya merupakan kader dan pengurus PDIP.
“Jadi semestinya penyidik tidak gamang. Jika laporan Nina tidak cukup bukti yang hentikan dan expos ke publik, bahwa laporan Nina tidak mempunyai alat bukti yang cukup. Namun sebaliknya, jika punya keyakinan cukup bukti tentukan status Carkaya sehingga Carkaya serta tim penasihat hukumnya dapat mengujinya melalui saluran hukum yang tersedia, yakni menurut UU No.8 Tahun 1981 tentang KUHAP,” kata Dudung Badrun, Kamis (25/5/2023).
Dia mengkritik penyidik soal penanganan kasus tersebut dengan rentang yang cukup lama untuk menentukan status Carkaya justru menimbulkan pertanyaan publik.
“Sedang ada suatu agenda apa,? ujarnya
Dia melanjutkan, forum mediasi dalam dugaan tindakan pidana perkara tersebut ketika proses penyelidikan, dan kini prosesnya sudah lanjut ditingkat penyidikan telah dilaporkan penanganannya ke penuntut umum (SPDP) bahkan Pengadilan Negeri Indramayu telah mendapat pemberitahuan atas penyidikan tersebut.
“Namun demikian bukan berarti menjadikan perkara terkesan istimewa walaupun pelapornya berkedudukan sebagai Bupati Indramayu,”katanya.
“Selain itu penyidik terkesan tertekan dengan pelapor dan kekuatan terlapor sehingga gamang,” sambungnya.
Menurut dia, indikasi penyidik terkesan gamang, yaitu laporan tidak begitu lama dengan gerak cepat menerbitkan penyelidikan, artinya laporan yang dimaksud dalam prespektif Hukum Acara Pidana dalam ketentuan pasal 1 ayat 5 KUHAP telah diduga menemukan peristiwa pidana sebagaimana laporan Nina Agustina.
Kemudian Reskrim Polres Indramayu telah meningkatkan ke tahap penyidikan sebagaimana dimaksud dengan ketentuan dalam pasal 1 ayat 2 KUHAP maka tahapan ini tinggal menemukan tersangka, namun hal ini tidak kunjung menetapkan tersangka, akan tetapi dengan getol melakukan mediasi yang sepertinya gamang tidak seperti kasus-kasus yang lain sehingga menimbulkan pertanyaan.
“Penyidik tertekan atau ada agenda lain,?ujar dia.
Sebelumnya diberitakan, Kader PDI Perjuangan Indramayu, Carkaya didampingi kuasa hukumnya menghadiri panggilan kedua mediasi di Polres Indramayu. Dia dilaporkan Bupati Indramayu Nina Agustina ke polisi terkait dugaan tindak pidana pencemaran nama baik.
Kedua pihak sebelumnya sudah dijadwalkan melakukan pertemuan untuk mediasi. Namun, dalam satu kesempatan yang ada, pertemuan mediasi tidak pernah terjadi. Bupati Nina satu kali berhalangan tidak hadir, yakni pada jadwal mediasi pertama hanya kuasa hukumnya Toni RM, SH mewakili mediasi tersebut.
Diketahui pertemuan kedua mediasi difasilitasi oleh penyidik pada Selasa (23/5/2023), Bupati Indramayu berhalangan hadir hanya kuasa hukumnya, Toni RM, SH, yang mewakili.
Kuasa hukum Bupati Indramayu, Toni RM, SH menjelaskan, kliennya berhalangan hadir karena adanya kesibukan yang tidak bisa ditinggalkan. Dia mengaku sebagai kuasa hukum mewakili kliennya hadir dalam pertemuan mediasi tersebut.

“Beliau ada kesibukan tersendiri. Makanya saya hadir mewakili ibu bupati, karena bagaimanapun juga saya sebagai pengacara ibu Nina ingin tahu apa yang ingin disampaikan Pak Carkaya dan kuasa hukumnya,” ujar dia.
Dia mengakui hasil pertemuan mediasi belum ada tidak titik temu. Selain itu, kata Toni, ada beberapa pesan dari terlapor dan kuasa hukumnya meminta dia menyampaikan kepada kliennya.
“Hasil pertemuan tadi memang tidak ada titik temu. Kenapa tidak ada titik temu? Tadi saya menanyakan Pak Carkaya soal tulisan yang diunggah itu, apakah Pak Carkaya merasa bersalah dengan tulisan tersebut, dia menjawab tidak merasa bersalah karena itu prinsip dia serta bagian kritik intelektual salah dan benar itu di pengadilan katanya,”terangnya.
Masih Toni menyampaikan, bahwa prinsip mediasi dalam persoalan kasus ini, sebelum upaya mediasi terlapor harus merasa bersalah dahulu kemudian dilakukan mediasi. Namun, persoalan ini pihak terlapor enggan mengakui bersalah sehingga hal ini menyebabkan tidak ada titik temu penyelesaian.
“Meski demikian, saya nanti akan menyampaikan pesan atau keinginan Pak Carkaya dan kuasa hukumnya untuk bertemu langsung dengan ibu Nina, karena kata Pak Hendra mungkin akan berbeda situasinya. Walau putusan nanti itu tergantung ibu Nina,” katanya.
Sekedar informasi, Bupati Indramayu Nina Agustina melaporkan akun Facebook (FB) Suryadi Carkaya ke Polres Indramayu. Nina menuding nama baiknya sudah dicemarkan oleh postingan di media sosial yang diduga akun FB milik kader PDIP Indramayu, Carkaya.
Laporan Polisi Nomor : LP/B/99/II/2023/SPKT/POLRES INDRAMAYU/POLDA JAWA BARAT, tanggal 23 Februari 2023 lalu, kasusnya sudah naik ke tahap penyidikan.