Suaradermayu.com – Pernyataan publik Sekda Rinto Waluyo di media tidak konsisten apalagi jika disandingkan dengan pernyaatan Bupati atas kredit macet.
Bupati bilang 300 milyar, kemudian hari di media mengatakan 141 milyar dan Sekda bilang 230 milyar, mana yang benar karena tidak ada konsistensinya.
Argumen Sekda yang mengatakan akan tergangu proyek infrastruktur jika APBD dipakai untuk menyelesaikan nasabah adalah argumen sesat dan keblinger.
Proyek infrastruktur yang ada fakta dan realitasnya juga tidak jelas juntrungannya. Hal yang tidak mendesak diprioritaskan seperti proyek taman Puspawangi alun alun yang menelan APBD Rp 7,6 miliar lebih. Proyek mall pelayanan terpadu satu atap, mengapa tidak meneruskan proyek mangkrak Wisma Haji yang kemudian bisa dipakai untuk mall satu atap.
Orientasi proyek tersebut jelas terbukti pada rendahnya kualitas pembangunan, menyebabkan umur ekonomisnya pendek, karena tak bisa terbantahkan lagi oleh sebab perkorupsian yang masih terus masif dan terstruktur dalam rezim sekarang pun.
Baik Bupati maupun Sekda tidak pernah menyebut berapa miliar jumlah dana milik penabung, deposan atau nasabah. Publik didungukan dengan persoalan nasib nasabah, didramatisir hal yang ia sederhana.
Soal tanggung jawab Jajaran Direksi karena pelanggaran kejahatan perbankan, kini lagi ditangani Kejati, tinggal bagaimana Kejati supaya tidak melokalisir, karena dari kontruksi kasus dan pemeriksaannya seharusnya.minimal 13 orang yang bisa dijadikan tersangka.
Siapa saja itu? Minimal Jajaran Direksi, Dewas, debitur nakal, para auditot BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan para auditor Inspektorat, karena dalam auditnya nyaris tidak pernah menjadi temuan. Itu tanggung jawab hukum bagi pengelola BPR Karya Remaja Indramayu secara pidana dan soal perdata tugasnya Satgas yang dibentuk Bupati.
Problem sekarangnya, Satgas penyelesaian kredit macet jalan di tempat, tidak punya wibawa terhadap debitur nakal bahkan harus dikatakan tidak berfungsi.
Bayangkan saja, sekedar mensomasi debitur nakal harus pakai seambreg pengacara. Bukankah harus dibayar, tidak gratis?
Jika harus dibayar, jasa pengacaranya siapa yang bayar tentu BPR KR, padahal surat somasi tersebut menjadi otorotasnya Satgas yang diketuai Sekda dan atau oleh Plt. BPR KR sendiri.
Jangan melempar tanggung jawab dengan alasan masa lalu. Itu namanya cuci gudang. Itu tidaak punya nurani sebagai pemimpin. Toh, bukan uang pribadi bupati, tapi penyelesaianya dari APBD 2023 dengan mekanismenya APBD Perubahan karena dlm APBD 2023 tidak dianggarkan.
Dewan secara institusional harus juga turut serta bertanggung jawab atas bangkrutnya BPR KR, karena Komisi 3, BPR KR sebagai mitra kerjanya, apalagi ada anggota Dewan yang juga menjadi debitur nakal, yang konon kredit macetnya Rp 2,2 milyar, tapi baru kabar burung merpati pos, harus diuji lagi kebenarannya.
Jadi yang tidak setuju denhan APBD-P untuk menyelesaikan nasib nasabah tolong belajar lagi.
PKSPD kasih contoh yang lain. Soal demo menolak penggunaan APBD untuk penyelesaian nasabah boleh saja karena demo itu hak konnstitusional.
Tapi kok sampean yang tidak setuju, kenapa tidak protes saat APBN memberikan bantuan penyelamatan nasabah yg bernama BLBI (Bantuan Likuidasi Bank Indonesia) dengan menggunakan APBN milik seluruh rakyat yang nilainya ratusan triliun, padahal itu tidak semuanya adalah bank milik negara, banyak bank swastanya.
Jadi mau mendalilkan apa yang menolak APBD-P untuk.menyelamatkan nasib nasabah BPR KR itu.
Sekali lagi, soal demo hari ini tidak ada yanh melarang karena itu hak konstitusional, karena publik bisa menilai, apa yang disuarakan.
Jika mengacu psl 29 ada soal nomenklatur pembiayaan, juga tetap harus melalui APBD-P, jika tidak mau Karwek, karena dalam APBD 2023 tidak dianggarkan.
Akibat masa lalu yang bobrok tersebut, Bupatilah yang kini harus menyelesaikan dan yang harus bertanggung jawab. Itu peraturan perundang-undangan yang bicara dan yang ngomong, bukan Direktur PKSPD.
Penulis adalah Penyair, Peneliti sekaligus Direktur Pusat Kajian Strategis Pembangunan Daerah (PKSPD) dan Accountant Freelance, O,ushj Dialambaqa kontak: 0819 3116 4563. Email: jurnalepkspd@gmail.com