Suaradermayu.com – Senja di Desa Anjatan Baru kini terasa lebih tenang. Tak ada lagi kerumunan warga, tak terdengar lagi teriakan yang memecah suasana. Padahal, baru sepekan sebelumnya, desa di Kecamatan Anjatan, Kabupaten Indramayu ini menjadi sorotan publik setelah seorang dokter, dr. Baskar (37), diduga menjadi korban pengeroyokan oleh sekelompok orang di depan rumahnya.
Namun siapa sangka, kisah yang semula penuh amarah itu justru berakhir dengan pelukan dan maaf. Pihak yang diduga sebagai pelaku dan korban sepakat menempuh Restorative Justice (RJ) — sebuah pendekatan hukum yang lebih mengedepankan penyembuhan dan perdamaian ketimbang hukuman.
Awal Mula Ketegangan di Desa
Peristiwa itu terjadi pada Jumat sore, 25 Oktober 2025. Dari rumah sakit tempatnya bertugas, dr. Baskar menerima kabar dari istrinya bahwa mobil pribadinya diduga dirusak oleh seseorang yang juga merupakan perangkat desa setempat. Tak lama berselang, sekelompok orang juga diduga mendatangi rumah mereka dan berteriak di depan pagar.
Dengan perasaan cemas, ia pun segera pulang. Sekitar pukul 14.30 WIB, mobilnya berhenti di depan rumah di Dusun Karang Malang. Ia berusaha menenangkan situasi, namun suasana yang sudah panas justru memunculkan insiden baru.
Beberapa pria diduga menghadangnya dan melakukan pemukulan secara bersama-sama. Akibat kejadian itu, dr. Baskar mengalami luka di pipi kanan, kening kiri, serta bagian belakang telinga kanan.
Usai kejadian, korban melapor ke Polsek Anjatan dan menjalani visum et repertum untuk memperkuat laporannya. Peristiwa tersebut kemudian menyebar luas di media sosial dan memantik perhatian publik, mengingat korban merupakan tenaga medis yang dikenal ramah di lingkungan tempat tinggalnya.
Polisi Bergerak Cepat, Lima Terduga Pelaku Diamankan
Menindaklanjuti laporan tersebut, Tim Satreskrim Polres Indramayu bergerak cepat. Dalam waktu singkat, lima orang pria diduga terlibat dalam peristiwa itu berhasil diamankan untuk menjalani pemeriksaan.
“Dari hasil pemeriksaan awal dan bukti yang kami kumpulkan, ada lima orang yang sudah kami amankan untuk diperiksa lebih lanjut,” ujar Kasat Reskrim Polres Indramayu AKP Muchammad Arwin Bachar, mewakili Kapolres Indramayu AKBP Mochamad Fajar Gemilang, dikutip suaradermayu.com, Minggu (26/10/2025).
Kelima pria tersebut masing-masing berinisial R (42), H (45), S (41), Su (53), dan T (47) — seluruhnya merupakan warga Kecamatan Anjatan.
Selain itu, penyidik juga mengamankan rekaman video dan hasil visum korban sebagai barang bukti.
“Barang bukti sudah kami amankan, termasuk rekaman yang memperlihatkan situasi di lokasi kejadian. Saat ini kami masih mendalami motif dan hubungan para terduga pelaku dengan korban,” tambah AKP Arwin.
Dari Amarah Menuju Maaf
Beberapa hari setelah peristiwa itu, suasana di Desa Anjatan Baru perlahan melunak. Melalui inisiatif Kuwu Anjatan, Tarli, dilakukan proses mediasi yang mempertemukan pihak korban dan para terduga pelaku.
Setelah melalui sejumlah pertemuan, kedua belah pihak akhirnya sepakat menempuh Restorative Justice. Pertemuan resmi digelar di Mapolres Indramayu pada Jumat (31/10/2025). Di ruangan itu, yang biasanya menjadi tempat pemeriksaan hukum, kini justru menjadi ruang haru.
“Setelah berdiskusi dengan istri, kami sepakat menempuh RJ. Kami tinggal bertetangga dan akan terus hidup berdampingan di masyarakat. Jadi, memaafkan adalah pilihan terbaik,” ujar dr. Baskar, dengan nada yang penuh ketulusan.
Sementara Kuwu Tarli menilai langkah damai ini sebagai bentuk kedewasaan sosial. “Saya atas nama masyarakat menyampaikan permohonan maaf dan terima kasih kepada keluarga dokter yang membuka pintu maaf. Ini menjadi contoh bagi warga kami bahwa kekerasan tidak menyelesaikan masalah,” tuturnya.
Restorative Justice: Keadilan yang Menyembuhkan
Restorative Justice bukan berarti menghapus kesalahan, melainkan berupaya memulihkan hubungan sosial dan rasa keadilan. Pendekatan ini kini menjadi alternatif penyelesaian perkara pidana yang menitikberatkan pada pemulihan, bukan pembalasan.
“Ini bukan soal siapa yang kalah atau menang,” kata dr. Baskar. “Tapi tentang bagaimana kita bisa hidup berdampingan tanpa membawa dendam.”
Dari peristiwa yang sempat memecah suasana, lahirlah pelajaran berharga: bahwa keadilan sejati tidak selalu lahir dari ruang sidang, tapi dari hati yang bersedia memaafkan. (Pahmi)































