Suaradermayu.com – Bupati Indramayu, Nina Agustina, mengungkapkan kekecewaannya terhadap keputusan pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu yang menetapkan pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024 dilakukan secara bertahap mulai 6 Februari 2025.
Menurutnya, kebijakan ini melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pelantikan dilakukan serentak.
“Kok ini terkesan terburu-buru? Jangan sampai Kemendagri melanggar putusan MK,” ujar Nina dalam pernyataannya pada 27 Januari 2025, dikutip dari Kompas.id.
Nina menegaskan bahwa pelantikan kepala daerah pada 6 Februari 2025 bertentangan dengan dua aturan:
1. Keputusan Mendagri No 131.32-266 Tahun 2021 – Menyatakan bahwa masa jabatan bupati adalah lima tahun sejak pelantikan.
2. Putusan MK No 27/PUU-XXII/2024 – Memutuskan bahwa kepala daerah hasil Pilkada 2020 tetap menjabat hingga pelantikan kepala daerah hasil Pilkada 2024, selama tidak melewati masa jabatan lima tahun.
Menurut Nina, kebijakan ini berisiko memotong masa jabatan kepala daerah yang masih aktif, terutama bagi mereka yang terpilih pada Pilkada 2020.
“Masa jabatan saya berdasarkan SK pengangkatan seharusnya sampai 2026. Tapi kalau pelantikan dipercepat, tentu ada pengurangan waktu yang merugikan,” ungkapnya.
Nina juga memprediksi bahwa pelantikan kepala daerah secara bertahap akan menimbulkan polemik hukum di kemudian hari. Jika pemerintah dan DPR tetap melaksanakan kebijakan ini, tidak menutup kemungkinan akan ada gugatan dari kepala daerah yang merasa dirugikan.
“Pasti akan digugat. Putusan MK adalah putusan tertinggi yang harus kita hormati,” tegas Nina.
Keputusan pelantikan kepala daerah mulai 6 Februari 2025 menuai kritik karena dinilai bertentangan dengan aturan yang ada. Jika kebijakan ini tetap berjalan, potensi sengketa hukum bisa terjadi.